September 17, 2009

Universitas Sebagai Pusat Budaya

Ini merupakan tugas akhir Cultural Anthropology mengenai Universitas yang sekarang ini dijadikan sebagai pusat budaya. tugas ini merupakan tugas individu, dan merupakan Tugas Final exam. Paper ini terdiri dari empat bab, yaitu Pendahuluan, kerangka teoritis, analisa dan pembahasan, dan penutup.
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Topik ‘universitas sebagai pusat budaya’ merupakan topik yang sangat menarik dan hangat untuk dibicarakan atau dibahas. Ketertarikan penulis untuk mengangkat topik ini bukan hanya semata-mata, bahwa penulis adalah seorang mahasiswa tetapi juga karena pada saat ini, Universitas dikatakan sebagai pusat kebudayaan (Indonesia modern) karena universitas adalah pusat munculnya perkembangan ilmu, teknologi, seni, ilmu dan teknologi, dan lainnya. Dengan kelengkapan yang dimiliki Universitas dan juga berdasarkan otonomi keilmuan, kebebasan akademik, dan kebebasan mimbar akademik, maka universitas atau perguruan tinggi dapat mengembangkan dirinya seirama dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini dan di masa-masa yang akan datang.
Universitas sebagai pusat kebudayaan melakukan kegiatan di bidang pendidikan dan penyebaran ilmu pengetahuan, yaitu kegiatan tiga dharma. Tiga dharma tersebut, antara lain:
• Dharma pertama (I) yaitu proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar ini dapat dilakukan dengan beberapa cara atau proses,seperti proses belajar sendiri yaitu mengerjakan tugas atau makalah, lalu mencari informasi sendiri sehubungan dengan penelitian makalah. Proses belajar mengajar di dalam kelas, club-club (seperti club marketing, basketball club, dan lainnya), observasi, merupakan proses-proses belajar mengajar yang merupakan dharma pertama dari suatu perguruan tinggi.
• Dharma kedua (II) yaitu penelitian. Dharma kedua ini mengingatkan kenyataan bahwa dalam era globalisasi yang sedang terjadi pada saat ini kita harus mempersiapkan diri jika tidak ingin tertinggal. Salah satu cirri yang sangat terlihat dari era globalisasi ini adalah penggungaan IPTEK.
• Dharma ketiga (III) yaitu pengabdian kepada masyarakat. Pada kenyataanya, dharma pertama dan kedua juga merupakan pengabdian kepada masyarakat, tetapi dharma ketiga ini sifatnya lebih praktis dan langsung. Misalnya, memberikan informasi atau penyuluhan mengenai hal-hal tertentu, dan bisa juga mengenai penganggulangan masalah-masalah yang terdapat di dalam masyarakat pada saat ini, seperti mengadakan seminar, CSR, dan lainnya.
Seperti halnya unsur-unsur sistem pendidikan yang lain, universitas merupakan salah satu sarana untuk menyebarluaskan informasi mengenai berbagai bidang ilmu. Dan juga, jika kesempatan untuk memperoleh pendidikan tinggi semakin terbuka lebar, maka dapat dibayangkan bahwa usaha mencerdasakan hidup bangsa dapat terlaksana, dan juga bisa terlaksana apabila semakin banyak rakyat yang mempergunakan kesempatan tersebut.Maka dari itu, untuk mengembangkan budaya bangsa Indonesia yang berunsurkan ilmu dan teknologi modern, universitas sangatlah efisien dan efektif.
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa di dalam sistem-sitem pendidikan, seperti di dalam universitas, institute, atau sekolah tinggi terdapat struktur organisasi yang membantu proses aktivitas-aktivitas belajar-mengajar, ataupun yang lainnya yang ada di dalam sistem tersebut. Misalnya dalam sekolah tinggi, kedudukan tertinggi adalah pada rector, lalu dibantu oleh Puket I,II,dan III, lalu ada dosen-dosen, staf administrasi, laboran, pustakawan, dan seterusnya. Lalu dalam Institute dan universitas ada rector, pembantu rector I,II dan seterus juga.


I.2 PERUMUSAN MASALAH
• Bagainana penerapan Universitas sebagai pusat kebudayaan dalam menyelenggarakan kegiatannya?


I.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk lebih mengetahui tentang beberapa arti masyarakat dan budaya terutama arti budaya menurut Sutan Takdir Alisjahbana. Dan juga untuk mengetahui fungsi unversitas pada umumnya dan fungsi universitas yang diartikan oleh Sutan Takdir Alisjahbana. Selain itu, penelitian ini dilakukan untuk lebih paham akan tri dharma yang ada di dalam sistem pendidikan. Maka tujuan dari penelitian ini adalah, antara lain:
• Untuk lebih mengetahui dan menganalisis kegiatan-kegiatan dharma pertama dalam universitas sebagai pusat kebudayaan.
• Untuk lebih mengetahui dan menganalisis kegiatan-kegiatan dharma kedua dalam universitas sebagai pusat kebudayaan.
• Untuk lebih mengetahui dan menganalisis kegiatan-kegiatan dharma ketiga dalam universitas sebagai pusat kebudayaan.





BAB II
KERANGKA TEORITIS

II.1 DEFINISI KEBUDAYAAN
Pengertian dari budaya sangatlah kompleks, sehingga tidaklah mudah memberikan definisi dari kebudayaan secara tepat. Macam-macam pengertian kebudayaan, antara lain, adalah:
• Definisi etimologis kebudayaan
• Definisi konseptual kebudayaan
• Definisi operasional kebudayaan
• Instrumen Variabel Teori Kebudaya


II.2.1 Definisi Etimologis
Istilah “Kebudayaan” Dan “Culture”. Kata “kebudayaan” berasal dari kata Sanskerta buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “kekal”.
Kata asing culture yang berasal dari kata Latin colere (yaitu “mengolah”, “mengerjakan”, dan terutama berhubungan dengan pengolahan tanah atau bertani), memiliki makna yang sama dengan “kebudayaan”, yang kemudian berkembang menjadi “segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam”.
II.2.2 Definisi Konseptual
II.2.2.1 Definisi Menurut Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara berarti buah budi manusia, adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.


II.2.2.2 Definisi Menurut Sutan Takdir Alisyahbana
Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan bahwa kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir sehingga menurutnya pola kebudayaan itu sangat luas. Sebab, semua laku dan perbuatan tercakup di dalamnya dan dapat diungkapkan pada basis dan cara berpikir termasuk di dalamnya perasaan karena perasaan juga merupakan maksud dari pikiran.

II.2.2.3 Definisi Menurut Malinowski
Malinowski menyebutkan, bahwa kebudayaan pada prinsipnya berdasarkan atas berbagai sistem kebutuhan manusia. Tiap tingkat kebutuhan itu menghadirkan corak budaya yang khas. Misalnya, guna memenuhi kebutuhan manusia akan keselamatannya, maka timbul kebudayaan yang berupa perlindungan, yakni seperangkat budaya dalam bentuk tertentu, seperti lembaga kemasyarakatan.


II.2.2.4 Definisi Menurut A. van Peursen
C.A. van Peursen mengatakan bahwa dewasa ini kebudayaan diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan kehidupan setiap kelompok orang dapat berlainan dengan hewan. Maka, manusia tidak dapat hidup begitu saja di tengah alam. Oleh karena itu, untuk dapat hidup, manusia harus mengubah segala sesuatu yang telah disediakan oleh alam. Misalnya, beras agar dapat dimakan harus diubah dulu menjadi nasi.
Terwujudnya suatu kebudayaan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yaitu hal-hal yang menggerakkan manusia untuk menghasilkan kebudayaan sehingga dalam hal ini kebudayaan merupakan produk kekuatan jiwa manusia sebagai makhluk Tuhan yang tertinggi. Oleh karena itu, walaupun manusia memiliki tubuh yang lemah bila dibandingkan dengan binatang seperti gajah, harimau, dan kerbau, tetapi dengan akalnya manusia mampu untuk menciptakan alat (sebagai homofaber) sehingga akhirnya dapat menjadi penguasa dunia. Dengan kualitas badannya, manusia mampu menempatkan dirinya di seluruh dunia. Tidak seperti binatang, yang hanya dapat menempatkan diri di dalam lingkungannya. Oleh karena itu, manusia dikatakan sebagai insan budaya.


II.2.2.5 Definisi Menurut Koentjaraningrat
Menurut Koentjaraningrat kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar
Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (menurutSoerjanto Poespowardojo 1993)


II.2.3 Definisi Operasional
Kebudayaan adalah seluruh sistem, rasa, gagasan dan tindakan yang dimiliki oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kebudayaan, manusia berpikir dan bertindak guna mengatasi berbagai rintangan yang ada dalam hidup bermasyarakat.




II.3 DEFINISI MASYARAKAT

II.3.1 Definisi Etimologis
Masyarakat berasal dari kata dalam bahasa Arab, “musyarak”. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas -entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.


2.3.2 Definisi Konseptual
II.3.2.1 Definisi Menurut Selo Sumardjan
Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.

II.3.2.2 Definisi Menurut Karl Marx
Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok -kelompok yang terbagi secara ekonomi.

II.3.2.3 Definisi Menurut Emile Durkheim
Masyarakat merupakan suau kenyataan objektif pribadi - pribadi yang merupakan anggotanya.


II.3.2.4 Definisi menurut Paul B. Horton & C. Hunt
Masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulan manusia tersebut.

II.3.2.5 Definisi Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani
Sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan.


2.3.3 Definisi Operasional
Masyarakat adalah sekelompok orang atau kumpulan komunitas manusia yang menempati satu wilayah tertentu dengan merasa adanya keterikatan satu sama lain, juga adanya interaksi yang disesuaikan dengan adat istiadat wilayah tersebut yang sifatnya berkesinambungan; serta merupakan kesatuan hidup bersama yang memiliki kebiasaan tertentu, norma, hukum, serta aturan yang mengatur semua pola tingkah laku warga yang harus dipatuhi oleh seluruh anggotanya; tentunya membutuhkan keamanan dan kesejahteraan secara bersama.


BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN


III.1 BEBERAPA PENGERTIAN BUDAYA
Budaya dapat didefinisikan secara sempit dan luas, dimana budaya secara sempit mencakup kesenian dengan semua cabang-cabangnya sedangkan definisi budaya secara luas mencakup semua aspek kehidupan manusia. Menurut Sutan Takdir Alisjahbana, budaya dalam arti sempit adalah “adat istiadat, kepercayaan, seni.” Sedangkan budaya, dalam arti luas menurut Beliau “ mencakup segala perbuatan manusia.” Semua pengertian budaya yang pernah dikemukakan mengandung pengertian bahwa budaya merupakan sesuatu yang secara sadar dipelajari dan diwarisakan dan berbeda dengan hal-hal yang dapat diperoleh berdasarkan naluri.
Menurut Sutan Takdir ALisjahbana, kekalahan bangsa Indonesia melawan Belanda adalah kekalahan budaya ekspresif melawan budaya progresif. Adalah mentalitas bangsa Indonesia yang merupakan produk budayanya yang ekspresif itu yang membuat bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa Belanda. Beliau mengatakan bahwa, “Penjajah adalah sebagai akibat hokum alam: yang pintar, kuat dinamis, meski menguasai yang bodoh, lemah, dan statis.” Seperti banyak kutipan yang mengatakan bahwa kebudayan bangsa Indonesia itu lemah dan statis dan kadang terlalu berlebihan dan kurang introspeksi, dan juga kebudayaan bangsa Indonesia tidak melihat akan perkembangan dan perubahan dunia.
Ada pula, Koentjaraningrat, seorang pakar Antropologi dan Kebudayaan, yang melihat banyak hal di dalam kebudayaan bangsa Indonesia (termasuk daerah) yang tidak sesuai dengan mentalitas pembangunan. Dalam pembahasan tentang kelemahan mentalitas bangsa Indonesia, antara lain, dikemukakan bahwa bangsa Indonesia mempunyai:
• Nilai budaya yang tidak berorientasi terhadap hasil karya manusia itu sendiri (tidak achievement oriented)
• Orientasi yang terlampau banyak terarah ke zaman yang lampau sehingga akan melemahkan kemampuan seseorang untuk melihat ke masa depan
• Kecenderungan untuk melarikan diri dari dunia ke dunia kebatinan yang tidak begitu cocok dengan jiwa rasionalisme yang kita perlukan untuk mempercepat pembangunan.
• Kecenderungan yang terlampau banyak menggantukan diri pada nasib.
• Kecenderungan untuk menilai tinggi konsep sama-rata-sama-rasa yang mewajibkan suatu sikap konformisme yang besar, artingya, orang sebaiknya menjaga agar jangan dengan sengaja berusaha untuk menonjol di atas yang lain, sikap ini merupaka suatu sikap yang agk bertentangan dengan jiwa pembangunan yang justru memerlukan usaha jerih payah dengan sengaja dari pihak individu untuk maju dan menonjol di atas yang lain.
• Adat sopan-santun yang amat berorientasi ke arah atasan yang mematikan hasrat untuk berdiri sendiri dan berusaha sendiri.
Mentalitas sebagaimana dikemukakan di atas, menurut Koenjaraningrat, merupakan bagian budaya ‘asli’ dan dibedakan dari mentalitas bangsa Indonesia yang timbul sebagai akibat rebolusi dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Mentalitas yang terjadi sebgai akibat revolusi itu adalah:
• Sifat mentalitas yang meremehkan mutu
• Sifat mentalitas yang suka menerabas
• Sifat tak percaya diri
• Sifat tak berdisiplin murni
• Sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh
Kedua pakar tersebut melihat bahwa ada beberapa nilai tradisional bangsa Indonesia yang tidak cocok dengan jiwa pembangunan yang perlu dihilangkan atau dihindari. Disamping itu ,mereka juga melihat bahwa adanya nilai-nilai budaya asli bangsa Indonesia yang masih berguna dan dapat dipakai dalam pelaksanaan pembangunan bangsa. Kita dapat melihat bahwa, kedua pakar tersebut ingin membuat budaya nasional Indonesia menjadi budaya yang modern yang dapat menjawab tantangan zaman modern pada saat ini.
Koenjaraningrat berpendapat bahwa mengembangkan budaya yang khas ala Indonesia dapat dilakukan melalui pengembangan yaitu melalui kesenian nasional yang merupakan unsure paling utama dari budaya nasional atau melalui unsur lain seperti ilmu pengetahuan dan teknologi yang bersifat universal atau agama. Sedangkan Sutan Takbir Alisjahbana berpandapat lain, beliau melihat bahwa budaya Indonesia itu bersifat progresif dan unsur-unsur yang perlu dikembangkan mencakup IPTEK, politik, ekonomi, kesenian dan lainnya.
Seperti halnya Sutan Takdir Alisjahbana, yang berkata bahwa dijajahnya bangsa Indonesia oleh Belanda terletak pada kenyataan bahwa dalam budaya ( dalam arti luas ) bangsa Indonesia tidak sanggup berhadapan dengan budaya Belanda, seoran novelis India bernama Bankimchandra pun berpendapat bahwa kegagalan India menghadapi rangkaian penaklukan oleh penjajahan yang dialami India selama tujuh abad, merupakan ketidakberdayaan budaya India menghadapi para penakluk (hubungan budaya dengan power atau kekuasaan). Oleh karena itu untuk memperoleh kemerdekaannya kembali, India harus menciptakan budaya yang ideal di mana industry dan sains Barat dapat dipelajari dan budaya Timur harus tetap dipertahankan.
Cara yang dianjurkan Sutan Takdir Alisjahbana dan Bankimchandra untuk menghadapi serangan Barat mendapatkan respons yang positif dan konstruktif,dapat dilihat dari kutipan,”…a society which is under fire from the radiation of a more potent foreign culture must either master this foreign way of life or perish. … This positive and constructive response is the negative one of the oyster who closes his shell, the tortoise who withdraws into his carapace, the hedgehog who rolls himself into a spiky ball, or the ostrich who hides his head in the sand…”
Contoh yang lain pengambilan IPTEK Barat untuk memperkuat budaya sendiri dalam mengadapi ancaman dari luar adalah usaha besar-besaran bangsa Jepang sejak zaman Meiji, salah satunya yaitu, mereka mengirim pemuda-pemudanya untuk belajar ke negara-negara Barat dan menerjemah buku-buku ilmu pengetahuan ke dalam bahasa Jepang, dan lainnya. Hasil yang diperoleh bangsa Jepang dalam mengembangkan budaya mereka dengan memasukkan unsur-unsur budaya asing terutama IPTEK terlihat hari ini dalam keunggulan mereka dalam bidang teknologi dan berbagai macam industri. Dan juga masuknya unsur-unsur budaya asing tersebut tidaklah membuat mereka kehilangan pribadi mereka.
Kalau melihat dan mempelajari sejarah perkembangan budaya bangsa-bangsa lain, dapat diketahui bahwa perkembangan dan pengayaan budaya suatu bangsa terjadi karena terjadinya kontak budaya serta pengalihan unsur-unsur budaya lain ke dalamnya. Dapat dikatakan bahwa hampir tidak ada budaya yang berkembang tanpa terpengaruh dari luar. Arnold Toynbee mengemukakan (dalam Civilization on Trial and The World and The West) tentang analogi kehidupan organisme dengan kehidupan budaya.
Budaya jika tidak dapat memberikan respons yang tepat terhadap perubahan yang terjadi di sekelilingnya akan mengalami kemunduran dan akan punah. Usaha untuk mempertahankan diri terhadapa tantangan yang datang dari luar diperlihatkan, misalnya oleh bangsa CIna, Mesir, Jepang, Turki dengan menerima perubahan-perubahan dalam budayanya.
Memang ada semacam ‘aturan’ atau aksioma mengenai perubahan budaya yang sulit ditentang, tapi jangan merasa takut untuk kehilangan segala-galanya jika terjadi perubahan dalam budaya kita. Menurut I.I Rabi, ada yang tetap sama, baik dulu maupun sekarang, yaitu sistem syaraf kita dan hasil seni yang besar dan pemahaman yang mendalam tentang tidak tergantung pada waktu.

III.2. UNIVERSITAS SEBAGAI PUSAT BUDAYA
Pernyataan dari Sutan Takdir Alisjahbana mengenai universitas sebagai pusat budaya merupakan hal yang harus dipelajari dan dimengerti, mengerti tentang universitas itu sendiri, fungsinya dan kaitannya dengan perkembangan budaya.
Untuk itu, sebelum melihat lebih jauh tentang universitas, pertama-tama kita harus mengetahui tentang perumusan-perumusan perguruan tinggi yang terdapat, misalnya dalam Peraturan Pemerintah RI No. 60 tahun 1999, yaitu mengenai:
• Tujuan Pendidikan tinggi,adalah:
o Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesinal yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian.
o Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
• Penyelanggaraan kegiatan untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat sebelumnya berpedoman pada:
o Tujuan pendidikan nasional
o Kaidah, moral, dan etika ilmu pengetahuan
o Kepentingan masyarakat, serta memperhatikan minat, kemampuan dan prakarsa pribadi.
Dalam menyelanggarakan tugasnya, perguruan tinggi mempunyai kebebasan akademik dan otonomi keilmuan seperti tercantum dalam Bab VI, Pasal 17, PP 3C :
• Kebebasan akademik merupakan kebebasan yang dimiliki anggota sivitas akademika untuk secara bertanggung jawab dan mandiri melaksanakan kegiatan akademika yang terkait dengan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
• Dalam melaksanakan kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik setiap anggota sivitas akademika harus bertanggung jawab secara pribadi atas pelaksanaan dan hasilnya sesuai dengan norma dan kaidah keilmuan.
Pasal 18:
• Kebebasan mimbar akademik berlaku sebagai bagian dari kebebasan akademik yang memungkinkan dosen menyampaikan pikiran dan pendapat di perguruan tinggi yang bersangkutan sesuai dengan norma dan kaidah keilmuan
Pasal 19:
• Pelaksanaan kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik diarahkan untuk memantapkan terwujudnya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan nasional.
Pasal 20:
• Otonomi keilmuan merupakan kegiatan keilmuan yang berpedoman pada norma dan kaidah keilmuan yang harus ditaati oleh para anggota sivitas akademik.
• Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perguruan tinggi dan sivitas akademika berpedoman pada otonomi keilmuan.
Dari beberapa pasal dan ayat dari PP 60 di atas, jelas bahwa perangkat hokum yang berlaku di Indonesia menjamin kemungkinan terselnggaranya kegiatan akademis yang bertujuan untuk menyebarlaskan, mengembangkan, serta mengadakan penelitian ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian. Selain itu, kita pun dapat melihat tujuan pendidikan tinggi atau universitas.
Pada aras lebih tinggi, Undang-Undang no 20 tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) telah merumuskan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu sebagai berikut:
Pasal 2
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Pasal 3
Pendidikan nasional berfungsi mengmbangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam rumusan pasal-pasal yang dikemukakan di atas mencakup semua aspek kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia sebagai satu keseluruhan. Dan sebagai penerjemah salah satu sasaran Pembangunan Jangka Panjang II (PJP-II), misalnya GBHN 1993, yang dirumuskan sebagai berikut:
Tercapainya kemampuan nasional dalam pemanfaatan, pengembangan, dan pengasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan peradaban, serta ketangguhan dan daya saing bangsa yang diperlukan untuk memacu pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan menuju masyarakat yang berkualitas, maju, mandiri serta sejahtera, yang dilandasi nilai-nilai spiritual, moral, dan etik didasarkan nilai luhur budaya bangsa serta nilai keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa.
Universitas sebagi pusat kebudayaan melakukan kegiatan di bidang pendidikan dan penyebaran ilmu pengetahuan,yaitu kegiatan tiga dharma, yaitu kegiatan belajar-mengajar, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Seperti halnya unsur-unsur sistem pendidikan lainnya, universitas merupakan sarana yang sangat ampuh untuk menyebarluaskan informasi mengenai berbagai bidang ilmu. Melalui isi kurikulum dapat disampaikan informasi ilmiah yang seragam maupun nilai-nilai budaya bangsa. Jadi, untuk mengembangkan budaya bangsa yang berunsurkan ilmu dan teknologi modern, universitas sangat efektif dan efisien. Memang tidak semua usaha memodernkan budaya nasional Indonesia itu dapat dilakukan oleh universitas. Penciptaan kreatif di bidang keseneian, contohnya, terjadi di dalam masyarakat. Sampai saat ini juga banyak karya seni, tterutama yang disebut seni rakyat dan seni primitive (primitive art), yang termasuk seni tradisional dihasilkan oleh masyarakat tanpa mempunyai bekal atau latar belakang pengetahuan teoreris. Penciptaan dapat dikatakan terjadi berdasarkan model yang tak berubah yang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Keotenikan atau cap perorangan dalam seni yang demikianlah tidak diperbolehkan.
Diperguruan tinggi, misalnya, akademi seni rupa, segala sesuatu mengenai seni dapat dipelajari. Dalam seni lukis, misalnya, dapat dipelajari tentang komposisi dan campuran warna berdasarkan teori. Hal ini tidak dapat berarti menghambat kreativitas seseorang.
Sebagai bagian dari budaya dan peradaban dunia modern, budaya nasional Indonesia pun dipengaruhi oleh budaya-budaya lain. Khusus mengenai unsur-unsur kesenian, universitas atau perguruan tinggi juga merupakan tempat dan saran penting.
Banyak problem-problem yang dihadapi oleh masyarakat insonesia dalam mengembangkan budayanya yang berbeda dari masyaraat yang relative lebih homogen, seperti Jepang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang pluralistic, sehingga Indonesia harus menghadapi pluralism yang memerlukan penanganan tersendiri. Selain keanekaragaman budaya yang dimiliki Indonesia, yang berbentuk budaya-budaya etnis dan bahasa-bahasa daerah, terdapat juga perbedaan tingkat peradaban di antara budaya-budaya tersebut. Hal-hal semacam ini dapat mempersulit penentuan prioritas dalam perencanaan pembangunan nasional. Oleh karena itu, pendidikan menjadi sangat penting bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam pembangunan nasional yang berwatak demokrasi.
Mengatakan bahwa universitas merupakan pusat budaya dan budaya biasanya tidak dapat dilepas dari kekhasan suatu bangsa, maka kita berhadapan dengan paradox yang berasal dari hakikat ilmu pengetahuan dan teknologi.
Seperti yang sudah diketahui bahwa IPTEK merupakan unsur budaya yang paling universal, dan melihat perkembangan IPTEK dan ekonomi dunia, faktanya bahwa bangsa-bangsa di dunia akan semakin tergantung dengan IPTEK dan ketergantungan tersebut akan mengakibatkan berkurangnya kekhasan budaya suatu bangsa. Paradoks yang dikemukakan oleh John Naisbit yaitu,”…the belief in fidelity to one’s own kind, defined by ethinicity, language, culture, religion, or, in this late 20th century, profession.” Sampai sejauh mana kebenaran dari paradox tersebut ini harus diperhatikan dalam perkembangan universitas sebagai pusat budaya, terutama di Indonesia.
Dalam mempersiapkan bangsa Indonesia agar dapat bersaing di bidang ekonomi dunia, yaitu bidang kehidupan yang banyak mengadalkan keunggulan di bidang IPTEK, maka di satu pihak universitas harus dikembangkan menjadi pusat keunggulan di bidang IPTEK. Keunggulan di bidang IPTEK ini harus digunakan untuk memanfaatkan sebanyak mungkin peluang dan harus mempertmbangkan moral dan etikanya.
Dalam mengembangkan universitas sebagai pusat budaya, tidak ada salahnya jka melihat pengalaman-pengalaman bangsa-bangsa yang sudah terlebih dahulu maju yang sudah lama bergaul dengan IPTEK.
Universitas pada umumnya adalah sebagai mendidik calon-calon pemimpin bangsa, sehingga harus dapat melihat dengan jelas hubungan IPTEK dengan humaniora. Pembicaraan mengenai universitas, atau lebih sempit lagi mengenai sains yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan atau hakikat universitas, selalu digandengkan dengan humaniora. Keduanya dibandingkan untuk melihat perbedaanya. Untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya saja penyusunan kurikulum atau organisasi universitas, perbedaanya ditonjolkan. Yang perlu diperhatikan adalah persamaan keduanya terutama kegiatan manusia dan kegiatan intelektual.
Sebagai pusat kebudayaan, universitas juga diharapkan data mengarahkan perkembangan budaya nasional Indonesia yang sanggup berhadapan dengan segala macam tuntutan era globalisasi yang sudah semakin menggejala pada saat ini.

III.3 DHARMA PERTAMA DALAM UNIVERSITAS SEBAGAI PUSAT BUDAYA
Universitas sebagai pusat kebudayaan selalu melakukan kegiatan di bidang pendidikan dan juga pada penyebaran ilmu pengetahuan, yaitu kegiatan yang disebut dharma-dharma perguruan tinggi. Kegiatan yang terdiri dari tiga dharma tersebut, dilakukan agar mutu pendidikan terjamain dan juga membantu rakyat dalam pembangunan nasional.
Dharma pertama dari tiga dharma tersebut adalah kegiatan proses belajar mengajar. Setiap perguruan tinggi atau universitas pasti dan selalu melakukan kegiatan proses belajar mengajar ini. Kegiatan ini dapat dikatakan proses pemberian dan penerimaan informasi, dimana ada juga proses interaksi dan komunikasi,misalnya antara dosen dengan mahasiswa-mahasiswi atau dosen dengan dosen bahkan antar sesame mahasiwa/i.
Kegiatan dharma pertama ini, dapat dilakukan di luar perguruan tinggi maupun di dalam perguruan tinggi atau universitas, contoh kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di dalam perguruan tinggi atau universitas antara lain yaitu proses belajar mengajar di dalam kelas. Di kelas, biasanya dihadiri oleh dosen, asisten dosen dan juga mahasiswa-mahasiswa, di dalam kelas ini biasanya dosen membimbing para mahasiswa mengenai suatu subjek ilmu pengetahuan kepada para mahasiswa/I yang dibantu dengan asistent dosen, dan para mahasiswa menerima bimbingan dari dosen tersebut mengenai ilmu pengetahuan tersebut, proses ini merupakan proses kegiatan belajar mengajar. Di dalam proses belajar mengajar di dalam kelas ini, dosen, asisten dosen dan para mahasiswa melakukan proses dua arah komunikasi dan interkasi, dimana dosen yang dibantu dengan asistennya melakukan pemberian atau penyampaian pesan berupa informasi-informasi kepada para mahasiswa, lalu pesan tersebut diterima oleh para mahasiswa, dan mahasiswa tersebut melakukan feedback kepada dosen tersebut, contohnya memberikan pertanyaan-pertanyaan, dan lainnya.
Dalam proses di kelas ini, tidak hanya dosen atau asistennya saja yang dapat memberikan informasi atau memberikan pengajaran, tetapi mahasiswa pun dapat memberikan pengajaran berupa pemasukan-pemasukan kepada yang lain. Contoh dari kegiatan di dalam kelas ini antara lain, presentasi yang dilakukan oleh mahasiswa, proses tanya-jawab, kerja kelompok, diskusi kelas, dan lainnya.
Selain itu, dalam kegiatan dharma pertama dapat pula dilakukan di luar universitas anatara lain proses belajar mandiri, dimana seseorang mencari informasi-informasi sehubungan dengan subjek ilmu pengetahuan sendiri tanpa bantuan dosen atau lainnya. Proses ini dilakukan oleh seseorang mahasiswa/i, jika diberikan tugas, misalnya diminta untuk melakukan penulisan karya ilmiah, maka dengan sendirinya mahasiswa tersebut akan melakukan proses pencarian informasi-informasi yang berhubungan dengan penulisan karya ilmiah tersebut, dan setelah dia mendapatkan informasi-informasi tersebut dan secara langsung mahasiswa tersebut mendapatkan informasi berupa ilmu pengetahuan atau yang lainnya. Pencarian tersebut biasannya dilakukan dengan mensearch di internet, observasi, atau lainnya.
Observasi juga merupakan salah satu kegiatan dharma pertama yang dilakukan di luar universitas, dan biasanya dilakukan dalam proses pencarian data dalam penulisan karya ilmiah. Contoh lain kegiatan dharama pertama yang dilakukan di luar maupun di dalam universitas, antara lain yaitu adanya club-club atau kegiatan mahasiswa contohnya di London school sendiri tersedia banyak club-club mahasiswa di bidang-bidang tertentu, misalnua basketball club, marketing club, dan lainnya.
Dharma pertama ini bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan para masyarakat terutama mahasiswa/I agar dapat membantu pembangunan nasional di bidang ilmu pengetahuan dan juga IPTEK ataupun kesenian.

III.4 DHARMA KEDUA DALAM UNIVERSITAS SEBAGAI PUSAT BUDAYA
Selain proses belajar mengajar yang merupakan kegiatan dharma pertama dari tiga dharma lainnya, penelitian merupakan kegiatan dharma kedua yang ada dalam kegiatan tiga dharma.
Agar mutu pendidikan terjamin dan juga gar apa yang diajarkan tidak ketinggalan zaman, maka universitas melakukan peneletian yang merupakan kegiatan dharma kedua. Melalui penelitian, universitas diharapkan dapat mengembangkan ilmu dan teknologi yang berguna bagi masyarakat. Penelitian yang menekankan pengembangan ilmu disebut dengan penelitian dasar atau murni dan menghasilkan ilmu dasar atau basic science dan penelitian yang menekankan penerapan ilmu disebut dengan penelitian terapan dan menghasilkan teknologi yang hasilnya langsung dapat digunakan dalam pemabangunan ilmiah.
Dharma kedua ini, mengingatkan kenyataan bahwa dalam era globalisasi yang sedang terjadi pada saat ini, maka masyarakat pun harus mempersiapkan diri jika tidak ingin tertinggal. Salah satu yang sangat menonjol dari era ini adalah IPTEK, itulah sebabnya bahwa budaya Indonesia yang akan dikembangkan adalah budaya yang mengandalkan IPTEK. Oleh karena itu pula, universitas harus meningkatkan dan mengembangkan kegiatan penelitian dalam segala cabang ilmu, karena peneletian merupakan suatu proses pencarian data-data masa kini, jadi para peneleti dapat mengetahui bangsa-bangsa yang sudah maju dengan melakukan peneletian. Peneliti dapat meneleti tentang IPTEK yang sedang diandalkan Negara-negara lain.
Penelitian yang dilakukan universitas membantu para mahasiswa lebih tahu dan waspada terhadap perkembangan IPTEK yang dapat merubah aspek kehidupan. Penelitian di universitas yang biasa dilakukan oleh para mahasiswa biasanya dibantu oleh dosen-dosen yang berhubungan. Di dalam universitas terdapat empat tingkatan dosen, antara lain:
• Asisten ahli
• Rector
• Guru besar
• Professor
Semua itu untuk membantu lancarnya proses penelitian yang dilakukan di dalam universitas.
Dan untuk lebih melancarkan dharma ke dua ini, maka dari itu perlu juga didirikan pusat-pusat peneletian atau pengembangan. Dalam pusat-pusat tersebut berkumpul para Pakar dari berbagai bidang ilmu dan salah satu ilmu yang kelihatannya perlu dipacu adalah bioteknologi. Namun, untuk menentukan bidang-bidang apa saja yang perlu ditangani itu tergantung pada kemampuan kita untuk memprediksi dan melihat ke dalam kehidupan masa depan. Tapi, hal itu tidaklah mudah, karena ‘meramal’ seperti yang diakui oleh para futurolog tidaklah gampang. Ketepatan prediksi semacam ini dapat dilihat, misalnya saja, dengan membandingkan apa yang pernah diprediksi atau ‘diramalkan’ akan terjadi pada tahun 1967 dalam tiga puluh tahun terakhir abad ke-20.
Melihat kemajuan di bidang IPTEK, maka jika kita berbicara mengenai masa depan, banyak saja yang dapat terjadi. Semua perubahan yang terjadi akibat perubahan IPTEK mencakup semua aspek kehidupan. John Naisbitt dalm bukunya Global Pradox (1995) meramakan bahwa akan terjadi apa yang disebutnya dekonstruksi atau desentralisasi sebagai penerapan IPTEK. Perusahaan-perusahaan raksasa akan dipecah-pecah supaya bisa bertahan, bahkan beliau meramalkan bahwa pada saat inilah sedang menuju ke dunia 1000 negara pada permulaan abad ke-21.
Maka dari itu dharma kedua yang merupakan penelitian harus lebih diterapkan di dalam universitas yang merupakan pusat budaya pada saat ini pula. Dengan meneliti apa saja perubahan yang terjadi pada IPTEK, akan membuat bangsa Indonesia tidak kaget degan perubahan aspek kehidupan akibat dari perubahan IPTEK tersebut. Dan penelitian membuat masyarkat lebih mengerti dan tidak heran atau lebih aware dengan IPTEK, hal ini juga guna untuk membantu dalam pembangunan nasional untuk bangsa Indonesia. Kesempatan untuk melihat lebih teliti akan perkembangan IPTEK yang dapat membantu dalam berbagai hal di bidang-bidang seperti ilmu pengetahuan, kesenian, dan lainnya.


III.5 DHARMA KETIGA DALAM UNIVERSITAS SEBAGAI PUSAT BUDAYA
Selain proses belajar mengajar dan penelitian yang merupakan kegiatan dari dharma pertama dan kedua dari tiga dharma perguruan tinggi, ada pula dharma ketiga yaitu pengabdian kepada masyarakat. Sebenarnya, kedua dharma yang lain juga mengabdi kepada masyarakat. Akan tetapi, bedanya dari dharma ketiga ini adalah bahwa dalam dharma ketiga ini sifat kegiatannya lebih langsung dan praktis. Misalnya, memberikan informasi, penyuluhan mengenai hal-hal tertentu, dan penanggulangan masalah-masalah yang terdapat dalam masyarakat, atau lainnya.
Contoh kegieatannya antaralain adalah mengadakan seminar tentang global warming. Seminar tersebut akan menberitahukan dan memberikan informasi kepada masyarakat tentang masalah global warming yang sedang terjadi pada saat ini. Contoh lainnya adalah CSR yang dilakukan universitas, CSR ini dilakukan yang bertujuan agar universitasnya dikenal, CSR ini dikenal sebagai bentuk promosi, agar universitasnya dikenal baik di mata masyarkat.

Dharma pertama yang merupakan proses belajar mengajar, dharma kedua yang merupakan penelitian, dan dharma ketiga yang merupakan pengabdian kepada masyarakat ini, diterapkan kedalam universitas agar membantu perkembangan pembangunan nasional demi untuk membangun budaya bangsa Indonesia agar tidak tertinggal oleh bangsa lain. Dan juga, sebagai pusat kebudayaan, universitas diharapkan dapat mengarahkan perkembangan budaya nasional Indonesia yang sanggup berhadapan dengan segala macam tuntutan era globalisasi yang sudah menggejala pada saat ini.

BAB IV
PENUTUP

IV.1 KESIMPULAN
Pada era globalisasi ini, universitas dikatakan sebagai pusat budaya karena pada era globalisasi ini yang terkait dengan perkembangan IPTEK, dilihat bahwa universitas merupakan pusat munculnya perkembangan ilmu, teknologi, seni, ilmu dan teknologi, dan lainnya.
Melihat budaya bangsa Indonesia yang sangat kompleks dan beragam seorang tokoh Sutan Takdir ALisjahbana, menyatakan bahwa kekalahan bangsa Indonesia melawan Belanda adalah kekalahan budaya ekspresif melawan budaya progresif. Adalah mentalitas bangsa Indonesia yang merupakan produk budayanya yang ekspresif itu yang membuat bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa Belanda. Ada pula, Koentjaraningrat, seorang pakar Antropologi dan Kebudayaan, yang melihat banyak hal di dalam kebudayaan bangsa Indonesia (termasuk daerah) yang tidak sesuai dengan mentalitas pembangunan.
Kedua pakar tersebut melihat bahwa ada beberapa nilai tradisional bangsa Indonesia yang tidak cocok dengan jiwa pembangunan yang perlu dihilangkan atau dihindari. Disamping itu ,mereka juga melihat bahwa adanya nilai-nilai budaya asli bangsa Indonesia yang masih berguna dan dapat dipakai dalam pelaksanaan pembangunan bangsa.
Untuk mengembangkan budaya Indonesia dapat dilakukan melalui pengembangan kesenian nasional yang merupakan unsur paling utama dari budaya nasional atau unsur lain seperti IPTEK, politik, ekonomi, dan yang lainnya.
Dalam mempersiapkan bangsa Indonesia agar dapat bersaing di bidang ekonomi dunia, yaitu bidang kehidupan yang banyak mengadalkan keunggulan di bidang IPTEK, maka di satu pihak universitas harus dikembangkan menjadi pusat keunggulan di bidang IPTEK. Keunggulan di bidang IPTEK ini harus digunakan untuk memanfaatkan sebanyak mungkin peluang dan harus mempertmbangkan moral dan etikanya.
Dalam mengembangkan universitas sebagai pusat budaya, tidak ada salahnya jka melihat pengalaman-pengalaman bangsa-bangsa yang sudah terlebih dahulu maju yang sudah lama bergaul dengan IPTEK. Universitas pada umumnya adalah sebagai mendidik calon-calon pemimpin bangsa, sehingga harus dapat melihat dengan jelas hubungan IPTEK dengan humaniora. Pembicaraan mengenai universitas, atau lebih sempit lagi mengenai sains yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan atau hakikat universitas, selalu digandengkan dengan humaniora. Keduanya dibandingkan untuk melihat perbedaanya. Untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya saja penyusunan kurikulum atau organisasi universitas, perbedaanya ditonjolkan. Yang perlu diperhatikan adalah persamaan keduanya terutama kegiatan manusia dan kegiatan intelektual.
Sebagai pusat kebudayaan, universitas juga diharapkan data mengarahkan perkembangan budaya nasional Indonesia yang sanggup berhadapan dengan segala macam tuntutan era globalisasi yang sudah semakin menggejala pada saat ini.
Universitas sebagai pusat kebudayaan selalu melakukan kegiatan di bidang pendidikan dan juga pada penyebaran ilmu pengetahuan, yaitu kegiatan yang disebut dharma-dharma perguruan tinggi. Kegiatan yang terdiri dari tiga dharma tersebut, dilakukan agar mutu pendidikan terjamain dan juga membantu rakyat dalam pembangunan nasional. Tiga dharma tersebut, antara lain:
• Dharma pertama (I) yaitu proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar ini dapat dilakukan dengan beberapa cara atau proses,seperti proses belajar sendiri yaitu mengerjakan tugas atau makalah, lalu mencari informasi sendiri sehubungan dengan penelitian makalah. Proses belajar mengajar di dalam kelas, club-club (seperti club marketing, basketball club, dan lainnya), observasi, merupakan proses-proses belajar mengajar yang merupakan dharma pertama dari suatu perguruan tinggi.
• Dharma kedua (II) yaitu penelitian. Dharma kedua ini mengingatkan kenyataan bahwa dalam era globalisasi yang sedang terjadi pada saat ini kita harus mempersiapkan diri jika tidak ingin tertinggal. Salah satu cirri yang sangat terlihat dari era globalisasi ini adalah penggungaan IPTEK.
• Dharma ketiga (III) yaitu pengabdian kepada masyarakat. Pada kenyataanya, dharma pertama dan kedua juga merupakan pengabdian kepada masyarakat, tetapi dharma ketiga ini sifatnya lebih praktis dan langsung. Misalnya, memberikan informasi atau penyuluhan mengenai hal-hal tertentu, dan bisa juga mengenai penganggulangan masalah-masalah yang terdapat di dalam masyarakat pada saat ini, seperti mengadakan seminar, CSR, dan lainnya.
Dharma pertama yang merupakan proses belajar mengajar, dharma kedua yang merupakan penelitian, dan dharma ketiga yang merupakan pengabdian kepada masyarakat ini, diterapkan kedalam universitas agar membantu perkembangan pembangunan nasional demi untuk membangun budaya bangsa Indonesia agar tidak tertinggal oleh bangsa lain. Sebagai pusat kebudayaan, universitas diharapkan dapat mengarahkan perkembangan budaya nasional Indonesia yang sanggup berhadapan dengan segala macam tuntutan era globalisasi yang sudah menggejala pada saat ini.

IV.2 SARAN
Sebaikanya, sebagai pusat kebudayaan, universitas diharapkan dapat mengarahkan perkembangan budaya nasional Indonesia yang sanggup berhadapan dengan segala macam tuntutan era globalisasi yang sudah menggejala pada saat ini. Dan juga diharapkan universitas lebih menerapkan kegiatan tiga dharma untuk dapat melatih para mahasiswa-mahasiswi untuk lebih mengerti, mengetahui, dan memahami betapa pentingnya memajukan budaya Indonesia dengan pembangunan nasional yang berpusat pada universitas, agar bangsa Indonesia tidak tertinggal dengan bangsa lainnya.
Dan sebaiknya universitas lebih melakukan kegiatan ilmuah karena sebagai pusat budaya yang menerapkan ilmu sebagai wujud penerapan

No comments:

Post a Comment